Jumat, 29 Oktober 2010

Gedung Baru DPR Vs Pindah Ibukota


Gedung Baru DPR Vs Pindah Ibukota

Headlines | Tue, Sep 7, 2010 at 23:11 | Jakartamatanews.com
Master plan gedung baru DPR (ist/file)
Master plan gedung baru DPR (ist/file)
Rencana pembangunan gedung baru DPR telah diputuskan untuk dikaji ulang. Sementara gagasan pemindahan ibukota dan pusat pemerintahan dari Presiden SBY menggelinding. Fraksi Partai Gerindra menilai gedung baru DPR dibatalkan saja dan diintegrasikan dengan rencana pindah ibukota.
“Fraksi Gerindra menganggap pembangunan gedung parlemen hendaknya disinergikan dengan rencana yang digulirkan pemerintah tentang wacana pemindahan ibukota. Kalau sudah serius, maka Fraksi Gerindra mendukung pemindahan ibukota dari Jakarta. Ini cara pemerataan pembangunan dan mengatasi persoalan krusial yang ada di Ibukota,” kata Sekjen DPP Partai Gerindra Ahmad Muzani di Gedung DPR, Jakarta, Selasa 7 September 2010.
Wacana pembangunan gedung baru itu mubazir kalau wacana pemerintah memindahkan ibukota terlaksana dalam beberapa tahun ke depan. Fraksi Gerindra meminta rencana itu dibatalkan untuk memenuhi harapan masyarakat yang menganggap DPR tidak responsif dengan kehidupan ekonomi yang kian berat.
“Dana yang sudah dialokasikan akan lebih baik dialihkan seperti menggerakkan sektor riil. Kami akan kirim surat ke Pimpinan DPR untuk menyampaikan sikap resmi ini,” tegas anggota Komisi I DPR ini.
Anggota Fraksi Partai Gerindra Pius Lustrilanang merupakan Wakil Ketua BURT. Dan Pius yang paling getol terkait rencana pembangunan itu. Namun, Fraksi dan DPP Gerindra tidak menegaskan ada sanksi bagi Pius.
“Kami sudah meminta penjelasan dari Pius. Ini sebagai bagian dari proses, kami meminta Pius untuk bertanggung jawab terhadap keputusan fraksi ini. Kami sudah mendengar penjelasan detail dari ini. Inilah sikap yang kami ambil. Pius kita minta mengawasi atas keputusan fraksi ini. Dia harus patuh,” tutupnya.
SBY menawarkan gagasan pemindahan ibukota dan pusat pemerintahan sebagai salah satu dari tiga opsi untuk mengatasi dan mengantisipasi berbagai permasalahan di Jakarta, termasuk kemacetan.
Opsi pertama dengan skenario realistis, yakni ibukota tetap di Jakarta, namun dengan pilihan kebijakan untuk menata, membenahi, dan memerbaiki berbagai persoalan Jakarta, seperti kemacetan, urbanisasi, degradasi lingkungan, kemiskinan urban, banjir, maupun tata ruang wilayah.
Kedua, skenario moderat, yakni pusat pemerintahan dipisahkan dari ibukota negara. Artinya, Jakarta akan tetap diletakkan sebagai ibukota negara karena faktor historis, namun pusat pemerintahan akan digeser atau dipindahkan ke lokasi baru.
Ketiga, skenario radikal, yakni membangun ibukota negara yang baru dan menetapkan pusat pemerintahan baru di luar wilayah Jakarta, sedangkan Jakarta hanya dijadikan sebagai pusat bisnis. (mo/sss)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar